Pemaaf

Itulah kondisi kita saat ini, sebagai kumpulan manusia-manusia yang lemah
tanpa kekuasaan sedikitpun sehingga apapun yang dilakuan orang yang lebih
kuat (baik itu benar ataupun salah) hanya bisa diam dan segera menyatakan
“kita wajib memberi maaf”. Kondisi ini terjadi dalam segala hal, dan yang
paling disesalkan kondisi terjadi disaat kaum kafir melakukan penghinaan
terhadap suri teladan kita, Rosulullah SAW. Apalagi kejahatan dan kedholiman
yang dilakukan oleh kuruptor lawong masalah kayak gini aja mudah banget kok
ngasih maafnya.

Belum hilang dari ingatan kita, perbuatan bar-bar yang dilakukan penulis
berita di Denmark yang dengan sengaja menjelek-jelekkan Rosulullah melalui
karikaturnya, sudah datang lagi hinaan bar-bar, tidak berdasar, samin, keji
dari seorang tokoh yang ‘dihormati’ sebagian besar makhluk hidup yang bernama
manusia di muka bumi ini. Terlepas dia sengaja atau tidak, dia tahu atau
tidak atau dia hanya sekedar mengutip pernyataan seorang kaisar pada abad
14 tetapi hinaan itu terlanjur menyakiti umat Islam.

Lalu apa sih yang saya tuntut? apakah menutup pintu maaf dan mengobarkan
perlawanan? tidak, bukan itu. Tetapi bukankah kejadian pertama yang saya tulis di atas sudah mendapatkan reaksi keras, bagaimana umat Islam tersakiti. Melihat
dari pengalaman kejadian yang pertama seharusnya dia tahu apa yang akan
terjadi selanjutnya bila hal tersebut terulang apalagi dilontarkan oleh
orang yang punya kedudukan cukup penting.

Hal ini sudah cukup membuktikan bahawa inilah umat yang sesungguhnya sangat
banyak, seperti makanan di atas meja makan dan direbutkan oleh orang-orang
yang duduk melingkari meja itu, ataupun seperti buih, sangat rapuh, mudah
terpecah belah dan mudah hancur.

Bukankan kita diperintahkan menjadi umat yang pemaaf? ya benar. Oleh karena
itu kita juga harus memberi maaf selama orang yang meminta maaf itu benar-
benar mengakui kesalahannya. Lalu bagaimana caranya? dia paling tidak harus
menyampaikan maafnya secara pribadi dan dimuat di media-media yang dapat
diakses umat Islam sedunia.

Leave a comment