Berdoa untuk Indonesia

September 14, 2009

Indonesia, dilanda berbagai macam bencana yang tidak kunjung reda. Silih berganti,dari satu bencana ke bencana yang lain. Sehingga membuat ragu apakah benar bencana yang selama ini terjadi merupakan  cobaan dari Tuhan.

Ramadhan segera berakhir, sudah memasuki fase 10 hari terakhir yang merupakan fase dimana Allah akan menurunkan malam Lailatul Qadr. Untuk itu sudah selayaknya kita meningkatkan amal ibadah kita.

Salah satu amalan itu adalah berdoa, menyangkut kondisi kita sekarang ini (Indonesia), berapa orang sih dari umat Islam yang berdoa untuk bangsa ini? Umumnya mereka berdoa untuk dirinya sendiri, untuk keselamatan dan kesejahteraan dirinya sendiri. Jikapun ada orang lain yang didoakan itupun sebatas orang tua, saudara, anak atau kerabat dekat lainnya.

Boleh jadi bencana yang terjadi di Indonesia ini terjadi karena keengganan kita yang selama ini selalu egois, bahkan dalam hal meminta atau berdoa kepada Tuhan demi keselamatan bangsa ini.


Comfort Zone

March 27, 2009

Sudah tiga bulan ini saya tinggal di Jakarta. Ngupoyo upo..sambil belajar tentunya. Sampai saat ini semuanya lancar-lancar saja bahkan sangat lancar. Saya tinggal di Kuningan dekat Masjdi Al Mughni, Gatsu. Di sebuah kos-kosan yang lumayan deket dengan kantor, jalan ga nyampe 10 menit.

Saya sedikit cerita tentang kos-kosan ini, saya kos di lantai 2 tepat di lantai 1 di bagian depan menghadap jalan ada tempat laundry baju, yang dengan ikhlas menyucikan baju saya dengan imbalan rupiah tentunya. So kebutuhan nyuci baju terpenuhi.

habitatku

Habitatku

Di sebelah kiri kost (jarak 10 meter) ada warteg. Murah, bersih dan lumayan enak juga (opo to sing ra enak nggo aku iki) alhasil inilah tempat saya memenuhi kebutuhan pangan. Oh ya lupa sebelah kiri persis dengan kos, ada warung mie ayam. Lumayan sering juga ke sini. Sebelahnya lagi ada warung jualan pulsa, baru habis itu warteg yang saya maksud.

Di sebeleh kanan (15 meteran) ada warung Padang, kalo bosan ma warteg (kira-kira kapan ya bosan ma warteg), di sinilah tempat makan.

Kosanku di depannya ada jalan, Jalan Haji Mughni. Di seberangnya ada mesjid Al Mughni, yang setiap 5 kali sehari (kecuali Jumat, ada 6 kali) muadzin mengumandangkan adzan yang sering saya dengar saat saya ada di kosan, meskipun suaru adzan cukup keras, saya sering dan bahkan dengan sengaja meninggalkan shalat berjamaah (Astaghfirullah,,) apalagi saat Subuh. Coba saja mampir di masjid itu dan ikut shalat berjamaah. Saat shalat jamaah selesai ada beberapa makmum masbuk di sana. Kemungkinan besar saya adalah salah satu orangnya.

Oh ya,,kembali ke kamar kosku, di kamar yang cukup sempit itu saya sengaja menghidupkan wireless di laptop, scanning hotspot. Dan ternyata, ada akses point yang tepat sama saya saya menghidupkan wireless di kantor. Dalam artian hotspot kantor masih bisa nrempet ke dalam kamar saya. So..yang tadinya ol dengan layar hp kini bisa ol dengan screen lebih lebar. Meskipun loss-nya sampai 85 dB tapi masih cukup lumayanlah. Masih bisa connect FB dan Gtalk..dan jangan lupa video youtube pun masih bisa bergerak-gerak Hheeheeh

Saya coba melihat lebih jelas dimana letak kantor dari kos. Naik ke tempat jemuran oh ternyata deket juga kantorku dengan kosan (200 meter kayaknya). Hebat juga fasilitas hotspot di salah satu kantor penyedia layanan telekomunikasi terbesar di Indonesia itu.

Jadi ingat ‘’ejekan’” teman-teman tentang comfort zone. Kerja di kantor itu atau tinggal di kosan itu kah? Semoga pilihan yang kedua.


Solusi Kelangkaan Pupuk

December 21, 2008

Alhamdullillah bisa satu minggu liburan pulang kampung. Seperti biasa setiap pulang kampung pasti ada saja cerita-cerita baru yang saya dapatkan. Pernah ada tentang dukungan partai Islam kepada (bu)pati, kasus terbunuhnya seorang (bos) preman hanya dengan satu sabetan penjalin, dan yang terakhir ini tentang kasus kelangkaan pupuk. Sebenarnya setiap kasus tadi bisa dijabarkan panjang lebar dalam tulisan blog.

Kali ini akan dibahas kelangkaan pupuk yang terjadi di daerahku, Karanganyar. Pupuk menjadi penting pada masa awal tanam padi bagi para petani. Jadi sebenarnya kebutuhan pupuk dapat diramalkan (demand forcasting) sebelumnya baik dari segi waktu maupun kuantitas, hanya waktu-waktu tertentu saja para petani ini membutuhkan pupuk, maupun dari segi kuantitas pupuk yang dibutuhkan karena data mengenai luas lahan pertanian tidak mengalami perubahan drastis dari tahun ke tahun. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, pemerintah turut campur dalam menangani pemenuhan kebutuhan pupuk, dari fase produksi sampai distribusi ke petani di lakukan dan diawasi oleh pemerintah.

Namun ada saja kejadian aneh, sebagai contoh pemerintah telah mengumumkan bahwa harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi jenis urea adalah Rp. 65.000 per kuintal, jadi seharusnya petani dapat memperoleh urea dengan harga maksimal Rp. 65.000,00 namun kenyataan di lapangan harga yang ditanggung oleh petani bisa mencapai Rp. 120.000, itupun masih langka alias sulit memperolehnya. Kemanakah larinya Rp. 55.000?
Menurut beberapa sumber, hal ini dikarenakan adanya persekongkolan antara penyalur pupuk dari pemerintah ke toko pengecer pupuk. Mereka inilah yang paling banyak mendapatkan untung. Mereka bekerja sama sehingga pupuk-pupuk yang seharusnya di distribusikan ke petani, dapat ditimbun sehingga pupuk menjadi langka di kalangan petani. Alhasil mereka dapat menaikkan harga sampai menembus angka Rp. 120.000.

Petani tidak punya pilihan selain ikut membeli pupuk tadi meskipun dengan harga tinggi. Petani sulit menyampaikan keluhannya karena keterbatasan akses ke pihak yang bertanggung jawab, dalam hal ini pemerintah. Sehingga meskipun harga pupuk dipermainkan mereka tidak bisa berbuat banyak.
Sebuah sarana yang mudah dan efektif dalam menampung aspirasi dan keluhan dari para petani ini tentu akan menjadi suatu hal yang sangat membantu para petani. IT, merupakan salah satu solusi yang terbukti ampuh dalam menangani permasalahan supply chain. Kesuksesan pemanfaatan IT di berbagai produk seperti Wal-Mart, P&G , Coca Cola dan perusahaan-perusahaan lainnya adalah salah satu buktinya. Sehingga kesuksesan dalam menangani supply chain pupuk juga besar.
Bagi para petani, perangkat IT yang paling mudah mereka jangkau adalah perangkat mobile (hand phone) mengingat penetrasi dari industry telekomuniskasi di Indonesia yang terus meningkat bahkan perkembangannya mencapai 50 %. Sehingga keterjangkauan petani terhapap perangkat ini juga bisa dikatakan cukup tinggi.

Pemerintah dapat menerapkan sebuah aplikasi SMS Center yang dapat dimanfaatkan oleh para petani dalam menyampaikan keluhan. Misalnya jika terjadi kelangkaan pupuk, petani dapat menyampaikan dalam format SMS. Pesan SMS ini dapat diolah sehingga dapat dikelompokkan berdasarkan tempat atau daerah asal dari pengirim, maupun permasalahan yagn dihadapi. Kemudiah hasil dari pengolahan informasi ini dapat dipublikasikan sehingga dapat dijadikan sebagai bukti jika terdapat suatu permasalahan atau pelanggaran yang dilalukan baik oleh pejabat pemerintah maupun oleh pengecer. Dengan system informasi inilah transparansi dapat diwujudkan.

Sebenarnya tentang supply chain pupuk ini permasalahan utamanya adalah ketidakjururan. Oknum-oknum ini secara sengaja menimbun pupuk di gudang secara besar-besarang. Dengan informasi yang dikirimkan oleh petani ada beberapa keuntungan yang didapatkan :
1. Pihak yang bertanggungjawab (pemerintah) dapat langsung mengawasi (control) terhadap penyebaran pupuk. Hal in dapat dilihat dari pesan yang diperoleh dari petani
2. Lembaga-lembaga yang berkepentigan di bidang pertaniaan, misalnya HKTI dapat memperoleh informasi yang mengenai penyelewengan-penyelewenangan, informasi-informasi seperti ini tentu akan diproses oleh lembaga-lembaga tersebut.
3. Budaya transparansi, dimana setiap orang mendapatkan informasi yang sama berdasarkan fakta di lapangan.
4. Membangun masyarakat Indonesia yang terbiasa dengan budaya IT dan transparansi.

Bersambung…


Angkot Cisitu-Tegalega

May 26, 2008

Inilah sarana transportasi yang banyak dipakai oleh mahasiswa ITB. Tidak mengerankan jika saat ngobrol dengan salah satu sopir angkot, beliau mengatakan bahwa penumpangnya didominasi oleh mahasiwa ITB. Katanya, 40% penumpang berasal dari kampus ini. Padahal angkot ini beroperasi dari Cisitu ke Tegalega sedangkan ITB terletak kurang lebih dari 2 kilometer dari Terminal Cisitu, hanya seperberapa dari jarak Cisitu-Tegalega. Hari libur merupakan saat-saat yang sangat dikawatirkan oleh angkot-angkot ini. Saat ITB libur jelas pengumpangnya turun drastis. Penumpangnya turun 40 persen, begitu juga pendapatanya. Saat hari Sabtu dan Minggu misalnya, namun beliau juga bercerita jika hari minggu mereka sedikit lega karena penumpang yang berasal dari ITB ini digantikan oleh pengumpang yang biasa memanfaatkan jasanya untuk liburan di Kebun Binatang.

Angkot-angkot ini beroperasi sekitar 8-10 perjalanan pulang pergi, dari jam lima pagi sampai jam sembilan malam. Ketika ditanya kenapa sebelum jam sembilan sudah jarang angkot beroperasi, beliau menjawab mereka merasa tidak enak dengan tukang ojek yang bergiliran mendapatkan penumpang, yang kebanyakan adalah penduduk asli di sekitar Cisitu. Selain itu penumpang juga sudah sepi, penumpang dari ITB sudah jarang setelah lewat jam tujuh malam.

Setiap harinya mereka menyetor 160 ribu, untuk biaya bensin mereka mengeluarkan 100 ribu. Sisanya yang masuk ke kantungnya sekitar 25-40 ribu. Saat ditanya, “Saat kondisi sepi dapat berapa pak?”,beliau menjawab “ Pintar-pintar saja untuk mengakalinya”, saya tidak paham dengan maksud jawaban Bapak ini. Beliau kemudian menuturkan, selama beliau mengoperasikan angkot ini hanya terjadi satu kali kenaikan tarif. Sedangkan harga kebutuhan pokok, sudah naik beberapa kali. “Beras saja sudah naik berapa kali coba?” tanyanya.

*Tanya-jawab ini terjadi beberapa hari sebelum kenaikan BBM.


Kereta Api Argo Kahuripan

April 7, 2008

Ini adalah salah satu nama kereta api yang beroperasi di Jawa. Rute yang ditempuh kereta ini adalah Bandung-Kediri. Jangan salah, karena memiliki nama argo, jangan membayangkan seperti kereta jenis argo yang lain yang dilengkapi fasilitas kursi yang empuk, AC yang sejuk, dan toilet yang tidak buruk. Kereta ini adalah jenis kereta ekonomi atau biasa disebut kelas tiga. Ini adalah salah satu sarana transportasi termurah di pulau jawa bayangkan saja harga tiket dari bandung ke Solo cuma Rp.28.000 + seribu rupiah untuk biaya asuransi. Bahkan kalau kita tahu caranya, biaya yang super murah itu bisa dikonfigurasi ulang sehingga bisa berkurang menjadi tiga ribu rupiah dikalikan dengan frekuensi petugas tiket memeriksa tiket kita.

Di kalangan teman-teman mahasiswa yang biasa atau pernah memakai jasanya, kereta ini memiliki beberapa versi nama. Pertama, Argo Sabar. Ya, karena kelas ekonomi saat melaju di atas rel, kereta ini tidak pernah tidak mengalah jika jalur yang dipakai dilalui kereta dengan kelas diatasnya, bisnis atau eksekutif misalnya. Hampir di setiap stasiun, baik stasiun besar atau kecil, dipastikan kereta ini akan berhenti. Waktu berhentinya pun tidak hanya dua menit tapi bisa lebih dari limabelas menit. Penumpang dituntut untuk ekstra sabar jika memanfaatkan jasa kereta ini. Tidak salah jika kereta ini dinamai Argo Sabar.

Kedua, Argo Sengsoro, sengsoro dalam bahasa Indonesia diartikan sengsara atau menderita. Agak ekstrem juga nama yang satu ini. Namun ada benarnya juga. Besar kemungkinan kita tidak mendapatkan tempat duduk, untuk jarak dekat mungkin tidak menjadi soal tapi bagaimana jika dari Bandung sampai Jogja/Solo baru mendapatkan tempat duduk? Penderitaan bisa berkurang jika kita mau memanfaatkan gang sempit antar kursi untuk meletakkan pinggul kita, dengan syarat jika ada pedagang asongan yang hilir mudik kita harus legowo bersiap untuk berdiri dan mempersilakan pedagang tesebut untuk berlalu lalang tidak terkecuali jika kita sedang tertidur dengan pulasnya di tengah malam yang gelap.

Nama yang ketiga, Argo Ngoyo. Ngoyo dalam bahasa Indonesia bisa diartikan memaksakan diri. Ngoyo berlaku baik bagi penumpang maupun bagi lokomotif. Lokomotif dengan ‘ngoyo’ menarik sejumlah gerbong yang berpenumpang penuh sesak untuk jarak yang relative jauh. Penumpang juga demikian, masih banyak alat transportasi yang lebih nyaman daripada memilih kereta ini, namun para “penggemar” kereta ini tetap saja setia.

Nama terakhir, Kereta Kehidupan, ini adalah terjemahan dari kata kahuripan itu sendiri yang kurang lebih artinya adalah kehidupan. Di kereta ini akan kita temui potret kehidupan bangsa ini. Dari mulai penumpang yang kebanyakan bekerja di sektor informal sampai pengemis yang mencari belas kasihan dari para penumpang. Bahkan kalau kita ‘beruntung’ akan kita temui spesies lain yang ikut memanfaatkan jasa kereta ini dari mulai kecoa, semut sampai hewan yang dibawa oleh penumpang itu sendiri.


Muddy

September 19, 2006

Kemarin saat makan siang lagi-lagi ada yang aneh terjadi di televisi.
Keanehan ini juga tidak jauh2 dari keanehan in my previous post. Karena
sudah tidak sabar menunggu kapan bencaan ini dihentikan oleh Allah Ta’ala
warga di porong menggunakan dukun agar bencana ini segera berakhir.

Kalo tidak salah sudah 2 bulan ini semburan lumpur terus-menerus keluar dari
perut bumi. Menenggelamkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, sampai-sampai
menurut salah seorang dosen di fakultas Xxx mengatakan bahwa Surabaya bisa jadi
akan ikut terendam lumpur ini, Masya Allah. Bagaiman jikalau ini terjadi?
Seharusnya moment ini bisa kita jadikan sebagai titik balik kita kembali
ber-Illah hanya kepada-Nya, bukan sebaliknya justru semakin ingkar.
Apakah para dukun itu lebih punya kekuatan/kekuasaan dari pada Allah Ta’ala?
tentu saja tidak.

Masih dari TV, para warga di Porong menghentikan kendaraan yang melewati porong
mereka dilarang melewati jalan itu. Saat berita itu diliput saya melihat sebuah
truk, mungkin berisi makanan, yang dihadang agar tidak melewati jalur tersebut.
Bukannya hal ini justru menimbulkan bencana yang baru bagi masyarakat yang
berkepentingan terhadap kendaraan-kendaraan yang dihadang itu? (rekursif dong?)

Oh ya.. dapat kabar lagi dari salah seorang temen, katanya persis sebelum terjadi
semburan lumpur ini, masa dari porong Sidoarjo menyerbu markas FPI di Surabaya
berkaitan dengan kasus “Gus Dur menghina Al Qur’an”.


61 th Bangsa Ini

September 11, 2006

Ternyata sebentar lagi dah mau tanggal 17 Agustus, yang waktu aku kecil dulu sangat menantikan hari kemerdekaan republik tercinta ini. Dulu HUT RI, mungkin sekarang juga masih, diperinganti dengan upacara bendera dan juga karnaval pembangunan. Dan yang membuat aku dan temen-teman dulu adalah karnaval. Karnaval ini diikuti oleh seluruh dusun di desaku, Matesih. Setiap dusun mengirimkan pesertanya lengkap dengan atribut masing-masing tidak ketinggalan aku dan teman-teman, dengan berbagi macam daya dan upaya kami memakai kostum yang ‘nyeleh’, dengan baju yang digunting-gunting, wajah dan rambut yang dicat berbagai macam warna, dan tidak ketinggalan senjata baik berupa pedang maupun senjata api dari M-16, Uzy sampai AK yang kami bikin sendiri dari kayu. Yah itulah sedikit kenanganku saat memperingati HUT kemerdekaan negeri ini.
Tapi bukan itu yang ingin saya kemukakan. Teringat bagaimana para pahlawan negeri ini dengan gigih mengorbankan jiwa dan raganya demi memperoleh kemerdekaan (menurut nenek dan juga buku-buku sejarah), yang merasa terdholimi oleh kaum penjajah. Tidaklah mungkin para pahlawan bangsa ini yang begitu rela dan tanpa pamrih melakukan pengabdian ini tanpa didasari kepercayaan yang kuat, kalau kita tidak mau bilang keimanaan. Dengan dasar inilah mereka berani mempertaruhkan jiwa dan raganya. Selalu ada dua hal yang akan menjadi pilihan mereka, merdeka dan hidup mulia atau pilihan kedua mati sebagai syuhada, ya prinsip-prinsip seperti inilah yang selalu berkobar dalam diri mereka. Dengan pekikan takbir mereka bertempur demi membebaskan negeri ini dari kedholiman bangsa barat. Kita lihat bagaimana Diponegoro, Imam Bonjol, Bung Tomo yang mengobarkan semangat para pejuang dengan pekikan takbir “Allahu Akbar”.
Semangat yang seperti inilah yang kian hari kian luntur, bangsa ini telah hilang jati dirinya dari bangsa yang senantiasa berjuang yang dilandasi keikhlasan dan keimanan kepada Allah menjadi bangsa yang berjuang demi hawa nafsu dan kepentinagan pribadi.
Malah yang kita temui sekarang ini, banyaknya pengkhianatan terhadap ketulusan dan keikhlasan para pahlawan dulu. Seolah-olah apa yang mereka perjuangkan menjadi sia-sia. Kita lihat sekarang ini masalah yang begitu marak diperbincangkan, pornografi. Dengan lantang para pengkhianat ini mengatasnamakan seni dan kebebasan. Apakah bangsa ini dibangun atas nama seni dan kebebasan?, tentu saja bukan. Apakah pekikan takbir sudah tergantikan dengan pekikan kebebasan atas nama seni?. Apa yang telah seni lakukan terhadap bangsa ini? Apakah seni ikut mendasari parapahlawan dalam berjuang demi bangsa ini? Tentu saja tidak. Mereka berjuang atas dasar keimanan dan kepercayaan yang kuat akan janji Tuhannya. Apakah sekarang ini setiap orang sudah menunggu giliran untuk berperan serta sebagaimana nenek moyangnya dahulu, tetapi dengan perbedaan 180 derajat. Yang dulu bersifat konstuktif dan sekarang bersifat destruktif.
Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Kita jadikan momen penting ini untuk kembali membangun bangsa ini dengan landasan sebagaimana para pahlawan berjuang dulu demi membebaskan bangsa ini dari kedholiman yaitu dengan keimanan dan pengabdian hanya kepada-Nya.
Dirgahayu Indonesiaku yang ke-61!.

Ditulis kira-kira 3 hari menjelang peringatan HUT RI ke-61 tanggal 17 Agustus 2006.